Mendengar lagu Bangun Tidur dari Mbah Surip, saya seperti disadarkan: bahwa ‘bangun tidur’ ; habis bangun kok tidur lagi. Harusnya setelah tidur ya bangun, bukan bangun terus tidur. Membahasnya dengan teman2 sekampus saya malah ditertawakan. “bangun dari tidur maksudnya ababil”, “Gitu aja dibahas, nggak penting!” , “emang elu ada di jurusan bahasa, ngurusin begituan” , dll cemooh.

Saya merasa dari lagu yang dianggap kedengarannya seperti orang yang menyanyikannya ini punya filosofinya sendiri. Entah apa yang menggerakan, saya harus bisa menemukan jawabannya. Saya berdosa telah masuk perpustakaan dan berzina dengan buku, buku tentang filsafat pula. Beruntunglah saya berhasil melempar kail ‘bangun tidur‘ di otak saya, seharusnya adalah “tidur bangun”; setelah tidur ya bangun, tidak seperti syair lagu Mbah Surip yang esensinya adalah nasehat nir-menggurui.

Iseng saya stalking facebook seorang perempuan, yang kebetulan cantik ditambah berkerudung pula profil picture-nya. Saya tidak puas dengan quote yang ia tulis dikutip dari Tupak Shakur; Dreams are for real, reality is wrong.  Bukannya paham malah bingung berambigu. Kalau kenyataan ini salah, maka orang harus tidur -bermimpi- untuk bangun. Atau mimpi untuk jadi nyata, kenyataan sekarang salah.

Setelah lama mencari-cari bacaan tentang tidur bangun -tentu tidak setiap hari, tiap jam, per detik. Masih juga menjalani keseharian kuliah, kerja dan tidur itu sendiri-, menonton film Inception, Matrix, Avatar dsb yang berkaitan dengan tidur bangun. Di suatu sore sepulang bekerja saya membuka instagram. Saya membaca post sebuah akun yang saya ikuti yang mengutip kutipan dari buku yang dia baca; …fall asleep with dreaming, and wake up with purpose.

Kail yang saya lempar disambar ikan. Sampai sekarang masih tarik-ulur pancing untuk mencari jawaban. Apakah saya masih tidur? Kalaulah ada kehidupan berikutnya apa saat kematian adalah bangun tidur -eh kebalik ding- tidur bangun?

Padang